Minggu, 24 Juni 2012

TEORI DAN KEBIJAKAN MIGRASI


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Masalah sector informal selalu muncul dan menjadi fenomena yang umum terjadi di Negara-negara berkembang terutama sekali muncul di perkotaan, yang sering menimbulkan permasalahan urbanisasi. Pada masa berlangsungnya transisi vital, dalam masa dimana angka pertumbuhan jumlah penduduk alami tinggi, dirasakan tekanan penduduk yang bersifat ekonomi. Pada masa kemajuan dibidang ekonomi belum dapat mendukung terpenuhinya kebutuhan pokok. Penduduk akan bereaksi terhadap tekanan tersebut dengan berbagai cara, antara lain melalui cara demografis, seperti reaksi yang berhubungan dengan pengaturan atau penurunan kelahiran (termasuk penundaan perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi, aborsi, praktek hidup membujang) dan reaksi untuk bernigrasi keluar baik internal maupun internasional.
Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor yang dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, selain faktor lainnya, yaitu kelahiran dan kematian. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya desentralisasi (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi, adanya desentralisasi dalam pembangunan, di lain pihak, komunikasi termasuk transportasi semakin lancer (Munir, 2000: hal 115).

  1. Rumusan Masalah
    1. Konsep dan definisi migrasi
    2. Macam-macam migrasi
    3. faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi; telaah teori-teori migrasi
    4. Migrasi dan Pembangunan
    5. Migrasi di Negara sedang berkembang

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Konsep dan definisi Migrasi
Mobilitas sebagaimana digunakan dalam studi geografi, biasanya mengacu pada semua bentuk gerakan individu atau gerakan keliompok secara special. Selanjutnya, gerakan penduduk, yang mencakup perubahan tempat tinggal secara permanent atau semi permanent secara khusu didefinisikan sebagai migrasi. Sedangkan gerakan penduduk yang hanya sementara seperti dalam perjalanan wisata, liburan atau perjalanan bisnis disebut comutting dan sirkulasi.
Jadi mobilitas penduduk dikategorikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu mobilitas permanent dan non permanent. Mobilitas permanent (atau yang biasanya disebut migrasi) adalah penduduk yang menetap di daerah lain selama waktu minimal enam bulan atau mereka yang , menetap kurang dari enam bulan tapi berniat menetap untuk waktu enam bulan atau lebih.

Konsep Migrasi & Definisi Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/Negara ataupun batas administrasi/batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000 : hal (116).
  • Everesst S. Lee
Migrasi adalah perubahan tempat tinggal yang permanent atau semi permanent dan tidak ada batasan mengenai jarak yang ditempuh, apakah perubahan tempat tinggal itu dilakukan secara sukarela atau terpaksa, dan apakah perubahan tempat tinggal itu antar Negara atau masih dalam suatu Negara.
  • Shryock and Siegel
Migrasi adalah suatu bentuk mobilitas geografi atau mobilitas keruangan yang menyangkut perubahan tempat kediaman secara permanent antar unit-unit geografi tertentu.
  • Standing and Mantra
Migrasi merupakan perubahan tempat tinggal yang melampaui batas-batas wilayah yang telah ditetapkan selama satu atau dua tahun dari satu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan.
  • Bogue
Migrasi didefinisikan sebagai perubahan tempat kediaman yang menyangkut terjadinya perubahan menyeluruh yang disertai dengan penyesuaian dari orang yang pindah ke lingkuangan masyarakay yang baru.
  • Sensus penduduk Indonesia
Migrasi sebagai perpindahan tempat tinggal yang melampaui batas propinsi, dengan batasan waktu telah tinggal di tempat tujuan selama enam bulan atau lebih.


  1. Macam-macam Migrasi
Mobilitas penduduk di- pandang sebagai mobilitas geografis tenaga kerja, yang me- rupakan respon terhadap ketidakseimbangan distribusi ke- ruangan lahan, tenaga kerja, kapital dan sumberdaya alam. Ketidakseimbangan lokasi geografis faktor produksi tersebut pada gilirannya mempengaruhi arah dan volume migrasi. Pengertian: Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ketempat yang lain.
Mobilitas penduduk dibagi menjadi 3 macam:
-          Mobilitas horizontal adalah perpindahan penduduk dari satu lapangan hidup ke lapangan hidup yang lain.
-          Mobilitas vertikal adalah perpindahan penduduk dari cara-cara hidup tradisional kecara-cara hidup yang lebih moderen.
-          Mobilitas geografis adalah berpindahnya seseorang dari satu tempat ke tempat atau daerah lain. Contoh: Migrasi penduduk.
Migrasi penduduk terbagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Migrasi internasional. Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara.
2. Migrasi interen adalah migrasi yang terjadi dalam batas wilayah suatu negara. Terdiri dari:
1. Migrasi sirkuler. Ya itu perpindahan penduduk sementara karena mendekati tempat pekerjaan.
2. Komuter atau ngelaju. Ya itu pergi ketempat atau kota lain dipagi hari dan pulang disore hari ataupun malam hari.
3. Urbanisasi. Ya itu perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan maksud untuk mencari nafkah.
4. Transmigrasi.
Ya itu perpindahan penduduk dari pulau yang padat penduduknya ke pulau yang jarang penduduknya dalam satu negara.
Macam-macam transmigrasi di Indonesia adalah:
A. Transmigrasi umum. Ialah transmigrasi yang disebabkan oleh tekanan penduduk di daerah asal, biaya ditanggung oleh pemerintah.
b. Transmigrasi keluarga. Ialah transmigrasi yang pembiayaannya ditanggung oleh keluarga yang telah berada di daerah transmigrasi.
c. Transmigrasi lokal. Ialah transmigrasi dari suatu propinsi ke propinsi lain, dan biaya ditanggung oleh departemen transmigrasi.
d. Transmigrasi suakarya. Ialah transmigrasi yang diselenggarakan oleh departemen transmigrasi dengan jaminan hidup beberapa tahun, selanjutnya diberikan tanah kepada transmigran untuk dikerjakan.
E. Transmigrasi sektoral. Ialah transmigrasi yang pembiayaannya diurus bersama-sama.
F. Transmigrasi suakarsa (Spontan). Ialah transmigrasi yang dislenggarakan atas biaya sendiri dengan bimbingan dan fasilitas dari pemerintah.
G. Transmigrasi bedol desa. Ialah transmigrasi seluruh penduduk dari sebuah desa atau beberapa desa beserta seluruh aparatur pemerintahnya, karena desa tersebut terkena rencana proyek pemerintah.
  1. Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Migrasi; telaah beberapa teori
Berbagai dimensi yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi diantaranya karena factor-faktor ekonomi, social, demografis, budaya dan factor-faktor lainnya. Menurut beberapa ahli factor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena factor-faktor ekonomis antara lain perbedaan upah, dimana upah di daerah asal lebih rendah dibandingkan dengan daerah tujuan, factor-faktor social, seperti keingainan migrant melepaskan diri dari batas-batas tradisional yang berupa struktur social desa yang menghambat; karena factor-faktor fisik seperti bencana iklim dan meteorologist seperti banjir, kekeringan, dan kelaparan yang memaksa orang-orang untuk mencari lingkungan hidup alternative.
Adapun karena factor-faktor demografis seperti penurunan angka kematian, dan dalam waktu bersamaan angka pertumbuhan penduduk desa yang tinggi yang mengarah pada naiknya kepadatan penduduk desa secara cepat. Selain itu, karena factor-faktor budaya seperti adanya hubungan “keluarga batih” di kota yang menyediakan jaminan finansial awal bagi migrant baru, dan daya tarik perkotaan dan karena factor-faktor  komunikasi yang merupakan akibat dari peningkatan transportasi, system pendidikan yang berwawasan kota, pengaruh modernisasi pengenalan radio, televise dan bioskop.



Teori-teori Migrasi
  • Arthur Lewis
Lewis merupakan salah satu ahli yang mengatakan bahwa factor-faktor atau alas an yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena perbedaan upah.
Lewis (1954) berpendapat bahwa di Negara-negara yang sedang berkembang terdapat dualisme kegiatan perekonomian, yaitu di sector ekonomi subsisten (pertanian) di pedesaan, dan sector ekonomi modern dengan tingkat prodiktivitas yang tinggi diperkotaan. Proses pembangunan di Negara-negara sedang berkembang dimulai dari sector subsisten dan dalam waktu yang hamper bersamaan dilakukan pembangunan besar-besaran di sector industri modern. Produktivitas yang tinggi di sector industri modern, telah menghasilkan sector ini memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong laju pembangunan ekonomi. Sedangkan pada sector pertanian dengan produktivitas yang relative rendah, telah menyebabkan terjadinya kelebihan tenaga kerja di sector ini. Sering dengan kondisi tersebut, pertambahan penduduk yang relative besardi pedesaan, menyebabkan luas lahandi sector pertanian semakin sempit. Akibatnya tenaga kerja di sector pertanian akan pindah ke sector industri perkotaan. Di sisi dengan perkembangan yang pesat yang terjadi di sector industri/kapitalis yang sangat terkonsentrasi di daerah perkotaan ini, mengakibatkan perdeaan upah antara sector industri dan pertanian semakin besar. Kondidi ini pula yang menyebabkan terjadinya migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan.
Dengan adanya perbedaan upah antara sector industri dan pertanian, maka tenaga kerja akan bermigrasi ke perkotaan dalam rangka memperoleh pekerjaan pada sector induistri, karena sector pertanian mengalami pertumbuhan relative lambat, baik di sector produksi, penyerapan tenaga kerja, demikian juga tingkat upah.
Kritik terhadap teori lewis
            Model pembangunan teori ini memperhatikan proses perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota, perekomian dibagi 2 sektor yaitu (a) sector tradisional (pedesaan yang subsisten) yang ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang sangat rendah dan (b) sector modern (industri perkotaan) dimana tenaga kerja dari sector subsisten berpindah secara perlahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan (employment) di sector modern (perkotaan) menyebabkan pertumbuhan output di sector modern. Kecepatan dua hal (perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan) tergantung pada tingkat akumulasi modal industri di sector modern.
            Walaupun model pembangunan dua sector dari lewis adalah sederhana dan sesuai dengan pengalaman sejarah pertumbuhan ekonomi di Barat, model ini mempunyai 3 asumsi pokok yang sangat berbeda dengan kenyataan-kenyataan dari migrasi dan keterbelakangan yang terjadi di NSB saat ini.
            Pertama, model ini menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sector perkotaan adalah proporsional dengan tingkat akumulasi modal di perkotaan. Tetapi jika surplus laba para pemilik modal diinvestasikan kembali8 dalam bentuk peralatan yang lebih hemat tenaga kerja (labor-saving) daripada sekedar menambah modal saja. Hal ini lebih memberikan gambaran apa yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi “anti pembangunan”.
            Kedua, asumsi dari model ini yang berbeda dengan kenyataan adalah asumsi bahwa “surplus” tenaga kerja terjadi di daerah pedesaan sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja. Hampir semua penelitian sekarang menunjukkan keadaan yang sebaliknya yang terjadi NSB yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di daerah perkotaan tetapi hanya ada sedikit surplus tenaga kerja di daerah perdesaan.
            Ketiga, asumsi model lewis yang tidak realistis adalah anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap sampai pada satu titik dimanba penawaran dari surplus tenaga kerja perdesaan habis. Salah satu gambaran yang menarik dari pasar tenaga kerja perkotaan dan penentuan tingkat upah di hampir semua NSB adalah adanya kecenderungan  bahwa tingkat upah untuk meningkat secara nyata sepanjang waktu, baik dalam nilai absolutnya maupun jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata perdesaan, sekalipun ada kenaikan tingkat pengangguran terbuka.
  • Todaro
Model todaro merumuskan bahwa migrasi berkembang karena perbedaan antar pendapatan yang diharapkan dan yang terjadi di pedesaan dan di perkotaan. Anggapan yang mendasar adalah bahwa para migrant tersebut memperhatikan berbagai kesempatan kerja yang tersedia bagi mereka dan memilih salah satu yang bisa memaksimumkan manfaat yang mereka harapkan dari bermigrasi tersebut. Manfaat-manfaat yang diharapakan dietntukan oleh perbedaan-perbedaan nyata antara kerja di desa dan di kota serta kemungkinan migrasi tersebut untuk mendapatkan kerja di kota.
Pada hakekatnya, teori ini menganggap bahwa angkatan kerja, baik actual maupun potensial, memperbadingkan pendapatan yang mereka “harapkan” di perkotaan pada suatu waktu tertentu dengan memperhitungkan pendapatan rata-rata di pedesaan. Akhirnya mereka melakukan migrasi jika pendapatan yang ‘diharapkan” di kota lebih besar daripada pendapatan rata-rata di pedesaan.
Secara singkat bisa disebutkan disini bahwa model migrasi dari todaro mempunyai 4 karakteristik utama yaitu:
  1. Migrasi terutama sekali dirangsang oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis yang rasional. Misalnya pertimbangan manfaat (benefits) dan biaya (costs), terutama sekali secara financial tetapi juga secara psikologis.
  2. keputusan untuk bermigrasi lebih tergantung pada perbedaan upah riil “yang diharapkan” daripada “yang terjadi” antara pedesaan dan perkotaan, di mana perbedaan yang “diharakan” itu ditentukan oleh interkasi anta dua variable yaitu perbedaan upah pedesaan-perkotaan yang terjadi kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sector perkotaan.
  3. Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbailk dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
  4. tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan kesemptana kerja di perkotaan sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan merupakan hal yang tidak terelakkan karena adanya  ketidakseimbangan yang parah antara kesempatan-kesempatan ekonomi di perkotaan dan di pedesaan pada hamper semua NSB.
·          Haris-Todaro
Seperti yang dikemukakan oleh Todaro, terjadinya migrasi dari sector tradisional di pedesaan ke sector modern di perkotaan ditentukan oleh dua factor, yaitu: Pertama, tingkat perbedaan upah nyata antara sector pertanian (pedesaan) dan sector industri (perkotaan). Kedua, adanya peluang untuk memperoleh oekerjaan di perkotaan. Migrasi akan terjadi apabila ada perbedaan upah yang diharapkan (expected rate) anta sector pertanian di pedesaan dan sector industri di perkotaan. Tetapi jika upah yang diharapkan (expected rate) lebih tinggi di sector pertanian di pedesaan tidak akan terjadi migrasi dari perkotaan ke perdesaan.
Oleh Haris-Todaro, upah yang diharapkan (expected rate) dirumuskan sebagai E (W), yaitu pertalian antara upah nyata (W) dengan proobabilitas mendapatkan pekerjaan di daerah perkotaan (P). dengan asumsi bahwa probabilitas mendapatkan pekerjaan di daerah pedesaan dan perkotaan = 1, sehingga expected wage antara pedesaan dan perkotaan sama dengan upah nyata.
Jika diumpamakan daerah perkotaan = urban (u) dan daerah pedesaan = rural (r), maka expected wage dapat diformulasikan sebagai berikut:
E (Wr) = Wr.Pr
Dimana            : Pr = 1
Maka               : E (Wr) = Wr, dengan cara yang sama diperoleh untuk perkotaan: E (Wu) = Wu
Apabila             Eu = peluang memperoleh pekerjaan di perkotaan dan
                          Lu = jumlah angkatan kerja di daerah perkotaan
Maka               :
      E (Wu) = Wu. Eu/Lu
      Dari formula tersebut diperoleh tiga kemungkinan yaitu:
1.      Migran akan terjadi jika: E (Wr) < E (Wu) dan atau Wr = Wu . Eu/Lu
2.      Migrasi tidak akan terkjadi jika: E (Wr) > E (Wu) dan atau Wr > Wu.Eu/Lu
3.      Tanpa migrasi jika: E (Wr) = E (Wu) dan atau Wr = Wu.Eu/Lu
·         Don Bellante dan Mark Jackson
Bellante dan Jackson dengan kerangka konsep yang dikembangkan, telah menghipotesisikan bahwa migrasi tenaga kerja ke suatu daerah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai penawaran dan juga permintaan terhadap tenaga kerja. Jika penawaran tenaga kerja bertambah terus, maka pada daerah tersebut akan terjadi kelebihan tenaga kerja, sedangkan di daerah asal akan menjadi kekurangan tenaga kerja. Dalam kondisi demikian terjadi perubahan tingkat upah. Tingkat upah di daerah tujuan cenderung menurun, dan daerah asal cenderung naik.
·         Sture Oberg (1993)
Oberg mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi migrasi tenaga kerja dimasa mendatang selain tergantung dari karakteristik/perilaku migrant yang bersangkutan, juga tergantung dari factor-faktor –pendorong dan penarik. Dari analisa yang dilakukan Oberg pada daerah miskin dan kaya yang memiliki perbedaan tingkat kesejahteraan memperlihatkan bahwa factor-faktor pendorong yang menyebabkan seseorang bermigrasi dibedakan menjaddi 2 (dua) aspek, yaitu factor pendorong yang kuat (hard push factor) dan yang lemah (soft push factor). Faktor pendorong yang kuat adalah karena peperangan (war), kelaparan dan lingkungan yang tidak aman (environment catastrophes). Sedangkan factor-faktor pendorong yang lemah antara lain: perselisihan etnik (persecution), kemiskinan (poverty) dan keterasingan dan lingkungan social (social loneliness).
·         Lary A. Sjaastad
Sjaastad (1962) mengatakan migrasi merupakan suatu investasi modal manusia, dalam hal ini migrant sebelum melakukan perpindahan pekerjaan ke daerah lain terlebih dahulu mempersiapkan diri, seperti investasi modal manusia, pertimbangan terhadap keluarga dan sanak saudara yang ditinggalkan, serta biaya psikis yang tidak dapat dihitung dengan uang.
·         Everett S. Lee
Menurut Everett S. Lee (Munir.2000, hal.120) ada 4 faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu:
1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
2. Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan
3. Rintangan-rintangan yang menghambat
4. Faktor-faktor pribadi
Di setiap tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal di situ, dan menarik orang luar luar untuk pindah ke tempat tersebut; ada sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antar lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini meskipun selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang mau pindah. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedangkan faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan factor utama, karena pada akhirnya kembali pada tanggapan seseorang tentang factor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya.
·        Lewis Ranis-Fei
Teori migrasi lainnya menekankan analisisnya terhadap factor ekonomi adalah teori Lewis Ranis-Fei, yang menjelaskan proses terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sector pertanian (tradisonal) ke sector industri (modern). Teori ini memperbaiki teori lewis. Sector tradisonal pada dasarnya berada di daerah pedesaan sedangkan sector modern berada di daerah perkotaan. Teori ini berpandangan bahwa adanya kelebihan tenaga kerja di sector pertanian, sementara itu disektor industri terdapat kesempatan kerja yang cukup banyak, sehingga memotivasi para oekerja untuk pindah ke sector modern dan berakibat terjadinya proses migrasi desa-kota. Hal ini tidak terlepas sebagai akibat terjadinya perbedaan dalam tingkat produktifitas antara kedua sector tersebut, yang didalam kenyataanya menunjukkan produktifitas di sector industri juga lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di sector pertanian. Selanjutnya hal ini memberikan implikasi perbedaan upah yang cukup mencolok antara sector industri dan pertanian.
·        Ravenstein
Ravenstein mengemukakan hukum-hukum tentang migrasi, walaupun pada perkembangannya dikritik oleh N.A Humprey yang menyatakan bahwa migrasi tidak memiliki hukum sama sekali, hal serupa juga dikemukakan Stephen Bourne. Hukum migrasi yang dikemukakan Ravenstein ialah:
1. Migrasi dan Jarak
- Banyak migran pada jarak yang dekat
- Migran jarak jauh lebih tertuju ke pusat-pusat perdagangan dan industri
yang penting.
2. Migrasi Bertahap
- Adanya arus migrasi yang terarah
- Adanya migrasi dari desa - kota kecil - ko
- Setiap arus migrasi utama menimbulkan arus balik penggantiannya.
4. Perbedaan antara desa clan kota mengenai kecenderungan melakukan migrasi
- Di desa lebih besar dari pada kota.ta besar.
3. Arus dan Arus balik
5. Wanita melakukan migrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria
6. Teknologi dan migrasi
- Teknologi menyebabkan migrasi meningkat.
7. Motif ekonomi merupakan dorongan utama melakukan migrasi.

  1. Migrasi dan pembangunan
Beberapa tahun yang lalu migrasi dari desa ke kota dipandang sebagai hal yang menguntungkan dalam kaijan pembangunan ekonomi. Migrasi internal dianggap sebagai suatu proses yang alamiah di aman surplus tenaga kerja secara perlahan ditarik dari sector perdesaan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi pertumbuhan industri perkotaan. Proses tersebut dianggap bermanfaat secara social karena sumberdaya manusia dipindahkan dari lokasi-lokasi dimana produk social marginalnya (social marginal product) sering dianggap sama dengan nol ke tempat-tempat dimana produk marginal tersebut tidak hanya positif tetapi juga tumbuh dengan cepat sebagai akibat dari akumulasi modal dan kemajuan teknologi.
Migrasi juga sering dianggap suatu proses yang bisa menghilangkan ketidakseimbangan structural antara desa-kota dengan dua cara langsung.Pertama, dari sisi penawaran, migrasi internal yang ridak proporsional meningkatkan tingkat pertumbuhan pencari kerja perkotaan sehubungan dengan adanya pertumbuhan penduduk perkotaan, karena proporsi dari orang muda yang berpendidikan cukup baik mendominir arus migrasi ini. Kehadiran mereka ini cenderung menambah pertumbuhan penawaran tenaga kerja perkotaan sementara itu terjadi penurunan jumlah sumber daya manusia di pedesaan.
Cara yang kedua, dari sisi permintaan, penciptaan lapangan kerja perkotaan adalah lebih sulit dari penciptaan lapangan kerja perdesaan karena kebutuhan seumberdaya-sumberdaya komplementer di sector industri. Selain itu, tekanan-tekanan kenaikan upah di perkotaan dan tunjangan0tunjangan tambahan yang diwajibkan bagi para pekerja ditambah pula dengan ketiadaan alat-alat teknologi produksi padat karya yang tepat guna agar suatu kenaikan pangsa (share) pertumbuhan output sector modern disebabkan oleh kenaikan produktivitas tenaga kerja. Kenaikan penawaran yang cepat tersebut dan pertumbuhan permintaan yang lambat cenderung untuk menguabh masalah ketidakseimbangan tenaga kerja dalam jangka pendek menjadi surplus tenaga kerja daerah perkotaan dalam jangka panjang.

  1. Migrasi di Negara berkembang
Umumnya para migran low skilled dari negara miskin dan berkembang menjadi saingan berat para pekerja kasar negara setempat.  Hal ini disebabkan para tenaga kerja migran bersedia digaji lebih rendah tetapi masih jauh lebih tinggi di­banding upah yang diterima di negara asal.
Tidak  mengherankan bila di negara-negara penerima migran (receiving countries) kecurigaan etnis dan persaingan ekonomi memaksa para migran harus ekstra luar biasa hati-hati.  Kenyataan ini membuat para migran harus bertahan terhadap setiap kemungkinan permusuhan yang timbul dalam pergaulan dengan orang-orang di negara setempat.
Dengan kondisi tersebut, secara ekonomis dan psikologis, sebenarnya migrasi tenaga kerja sangat mahal, khususnya bagi para pekerja kasar. Para migran merasa terasing dari akar lingkungan mereka. Ini juga berdampak pada negara-negara yang mengirim para migran (sending countries).  Tidak jarang perlakukan-perlakuan kurang manusiawi terhadap para pekerja migran melukai perasaan bangga secara nasional (terutama apabila migran mengalami tindakan tidak berperi kemanusiaan seperti sering terjadi dengan tenaga kerja wanita dari Indonesia).
Masalah ini merupakan tantangan bagi negara miskin dan berkembang untuk meningkatkan kualitas tenaga kerjanya yang akan berimigrasi ke negara lain.  Negara-negara maju misalnya, cenderung menyambut migran yang memiliki keterampilan tinggi, sementara menutup kemungkinan bagi para migran  yang kurang memiliki keterampilan.
F. KEBIJAKAN MIGRASI
Biarpun model todaro secara sekilas nampak kurang memperhatikan arti penting migrasi desa-kota (karena model ini berpendapat bahwa migrasi tersebut pada dasarnya merupakan suatu mekanisme penyesuaian alokasi tenaga kerja di desa dan di kota), namun model tersebut mengandung sejumlah implikasi kebijakan yanbg sangat penting bagi Dunia ketiga. Berikut ini adalah lima implikasi kebijakan yang paling penting.
Pertama, Ketimpangan kesempatan kerja antara kota dan desa harus dikurangi. Karena para migran diasumsikan akan tanggap terhadap adanya selisih-selisih pendapatan, maka ketimpangan kesempatan ekonomi antara segenap sektor perkotaan dan pedesaan harus dikurangi.
Kedua, pemecahan masalah pengangguran tidak cukup hanya dengan penciptaan lapangan kerja di kota. Pemecahan masalah pengangguran di perkotaan yang dilakukan atas dasar saran-saran ilmu ekonomi keynesian atau tradisional ( yaitu melalui penciptaan lebih banyak lapangan kerja di sektor perkotaan tanpa harus meningkatkan penghasilan dan kesempatan kerja di pedesaan dalam waktu bersamaan) dapat mengakibatkan suatu situasi yang paradoks, yakni meskipun lapangan kerja di daerah perkotaan telah ditambah namun tingkat pengaggurannya tetap saja meningkat.
Ketiga, pengembangan pendidikan yang berlebihan mengakibatkan migrasi dan pengangguran. Model Todaro juga memiliki implikasdi kebijakan untuk mencegah investasi di bidang pendidikan yang berlebihan terutama pendidikan tinggi
Keempat, pemberian subsidi upah dan penentuan harga faktor produksi tradisional (tenaga kerja) justru menurunkan produktivitas. Salah satu resep kebijakan ekonomi yang baku untuk menciptakan kesempatan kerja di perkotaan adalah dengan menghilangkan distorsi harga faktor produksi dan menggunakan harga yang “sebenarnya” (dibentuk oleh mekanisme pasar).
Terakhir, kelima, program pembangunan desa secara terpadu harus dipacu. Kebijakan yang hanya ditujukan untuk memenuhi sisi permintaan kesempatan kerja di kota, seperti subsidi upah, rekruitmen pegawai lembaga-lembaga pemerintah, penghapusan distorsi harga faktor-faktor produksi dan penyediaan insentif perpajakan bagi para majikan, dalam jangka panjang ternyata tidak begitu efektif untuk meniadakan atau menanggulangi masalah pengagguran bila dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan yang khusus dirancang untuk mengatur secara langsung penawaran tenaga kerja ke wilayah perkotaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar