EKSTERNALITAS LINGKUNGAN
1.
P e n d a h u l u a n
Kesadaran
bahwa suatu kegiatan seringkali mendatangkan manfaat dan mudhorat yang langsung
dapat dirasakan telah lazim dijumpai. Dalam memilih suatu usaha / pekerjaan
kita tidak hanya memperhatikan manfaat moneter saja yang terlibat secara langsung, tetapi juga
keamanan, kekuatan dan prestise yang berkaitan dengannya.
Ketika
kita membeli pakaian maka kita mempertimbangkan daya tariknya, efek
perlindungan dan kenyamanan yang dapat diberikannya. Dalam menggunakan obat-obatan kita harus
menyadari sepenuhnya tentang efek sampingannya yang mungkin membahayakan
dan juga daya penyembuhannya. Kalau
membeli rumah kita tentu ingin
memperhatikan bukan hanya ukurannya dan kekuatannya, tetapi juga kualitas tetangga
sekitarnya, jaraknya ke sekolah yang bonafit, dan ketersediaan transportasi
umum.
Dalam
bahasa sehari-hari kita menyebut atribut sekunder dari produk atau kegiatan
ini sebagai "efek sampingan” ,
“rumbai manfaat” atau 'penyakit kerja'.
Minat kita dalam hal ini tidak disia-siakan oleh industri advertensi yang memperkenalkan
berbagai produk dengan menekankan
manfaat sampingannya yang menguntungkan.
Memang beberapa produk tertentu telah diketahui menjadi lebih baik
melalui efek sampingannya daripada
manfaat langsungnya.
Memang
minat terhadap akibat-akibat sekunder bukanlah semata-mata menjadi tanggungan industri iklan. Minat atas efek sampingan muncul dalam pemilihan produk/ kegiatan dan besarnya
jumlah yang ingin kita bayar atau kita korbankan untuk menghindari atau mengalaminya.
Misalnya keinginan untuk hidup bertetangga dengan lebih baik tercermin
dengan sendirinya oleh keinginan untuk membayar lebih banyak atas suatu rumah yang keadaan tetangga
sekitarnya lebih baik daripada rumah serupa di tempat lain.
Demikian
juga, suatu preferensi kuat atas suatu usaha/ pekerjaan yang lebih aman
tercermin oleh keinginan untuk mengorbankan tambahan moneter yang secara
potensial lebih tinggi dalam pekerjaan lain.
Orang bisnis akan mendapatkan keuntungan dari responsif terhadap
kebutuhan konsumen. Meskipun fungsi utama dari
automobil adalah untuk transportasi , namun pabriknya menyediakan
berbagai model untuk memenuhi karakter-karakter
sekunder yang dibutuhkan oleh pembeli. Produsen obat-obatan berusaha
mengembangkan obat-obat baru yang
mempunyai sifat-sifat baik yang sama dengan obat yang telah ada sambil
mengurangi efek sampingannya yang tidak baik.
Kecuali itu tanggung-jawab produsen dipacu oleh pengetahuan bahwa
kompetitor akan lebih mengacu kepada preferensi langganannya. Karena alasan inilah, kompetisi di antara
produsen dianggap sangat perlu. serupa
dengan hal tersebut, kompetisi di antara
pembeli menjamin bahwa
barang-barang dan jasa-jasa akan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan relatif
dan kemampuan partisipan untuk membayar.
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi
kompetitif secara bebas akan menyediakan barang-barang dan
jasa-jasa yang diperlukan oleh konsumen
dengan cara sedemikian rupa untuk
menghindarkan kemungkinan bahwa mekanisme alokatif lain (pemerintah)
dapat diberlakukan bagi situasi-situasi tertentu. Kondisi-kondisi tertentu dan kriteria yang
dapat dipercaya , salah satu kontribusi utama dari teori ekonomi modern ialah konfirmasi dari
kesimpulan ini.
Namun
demikian kebanyakan observasi kasual tentang dunia nyata mengungkapkan bahwa
masyarakat kita seringkali mengambil perlindungan kepada kegiatan pemerintah
kolektif untuk penyediaan barang dan jasa tertentu. Oleh karena itu dapat
diduga bahwa teori ekonomi modern bisa
saja salah atau tidak relevan dengan dunia nyata.
Penjelasan
alternatif bagi divergensi antara teori dengan realita ini ialah bahwa keputusan-keputusan kolektif adalah buruk dan
bahwa pemerintah bertindak dengan cara yang tidak karuan artinya. Kesimpulan seperti ini juga ditolak. memang
penolakan alternatif ini tidak berarti bahwa
pemerintah selalu membuat keputusan-keputusan yang paling bijaksana atau
yang paling baik karena jelas bahwa proses keputusan pemerintah dapat
diperbaiki dan bahwa kita harus melakukan apa yang dapat kita kerjakan untuk
memperbaikinya.
Namun
ada penjelasan lain tentang divergensi antara teori dan realita
(yang diterima di sini) ialah bahwa
kondisi-kondisi atau asumsi-asumsi yang merupakan dasar bagi kesimpulan yang
mempertimbangkan efisiensi sistem pasar tidak selalu dipenuhi dalam
realita.
Sesuai
dengan pandangan ini, maka dianggap perlu untuk mengkaji aspek-aspek tertentu
dari teori ekonomi karena akan menghasilkan pengertian tentang situasi-situasi dimana sistem
pasar tidak dapat diharapkan untuk
bekerja dengan baik. Eksistensi situasi-situasi seperti itu menimbulkan
problem pemilihan tatanan institusional
yang Sesuai bagi penampilan
aktivitas-aktivitas khusus.
Walaupun
penyelesaian terhadap problem-problem ini yang mampu menimbulkan suatu
konsensus tidak tersedia dengan mudah dan segera, namun ada
keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh dengan mengetahui dimana pasar berada
, dan dimana pasar tidak mungkin ada, dan dimana pasar dapat bekerja dengan
cukup baik.
Tujuan dari uraian ini adalah untuk
menyajikan dan mengungkapkan hal-hal penting tentang ekonomi kesejahteraan modern yang dapat
dianggap sebagai suatu teorema yang berkaitan dengan alokasi sumberdaya alam
(misalnya sumberdaya lahan) melalui mekanisme pasar. Perhatian khusus akan diberikan kepada
asumsi-asumsi tertentu yang melandasi teorema ini.
2. Kriteria, Pasar, dan Optimalita
Untuk
membahas secara bermakna tentang pemilihan alternatif-alternatif yang
tersedia, orang harus mengetahui suatu
metode untuk mengurutkan dan memboboti berbagai kemungkinan tersebut. Para ahli
ekonomi menggunakan pengertian efisiensi atau konsep Optimalita Pareto, untuk
menimbang berbagai mekanisme alokasi yang berbeda-beda. Suatu alokasi sumberdaya dianggap tidak
efisien atau tidak optimal kalau ia memungkinkan paling tidak satu orang dari
anggota masyarakat menjadi lebih baik
tanpa membuat anggota lainnya menderita melalui realokasi. Suatu alokasi
merupakan Optimal Pareto kalau tidak mungkin untuk membuat lebih baik kondisi
beberapa orang tanpa secara simultan merugikan orang lain, melalui realokasi.
Tidak
perlu dirisaukan bahwa kriteria efisiensi atau optimal pareto ini tidak
mengakibatkan urutan alternatif-alternatif alokasi secara tepat karena secara
teoritis ada banyak posisi bagi Optimal
Pareto. Disamping itu, masih ada alasan yang baik untuk memahami (di dalam batas-batas
praktikalitas) bahwa semua penyelesaian
menjadi efisien karena menurut definisi,
suatu penyelesaian optimal non-pareto
memungkinkan perbaikan kondisi beberapa orang tanpa mengorbankan orang
lain. Ungkapan kualifikasi “di dalam
batas-batas praktikalita” dalam hal ini menyatakan bahwa walaupun secara teoritis ada kemungkinan
untuk memperbaiki posisi paling tidak satu orang tanpa mengorbankan
orang lain harus diakui apabila
posisinya tidak Optimal Pareto, makna
praktis dari pelaksanaan perbaikan tersebut tidak perlu menjadi jelas sama
sekali untuk menggugah analisis lebih lanjut.
Suatu mekanisme alokatif dianggap hebat kalau ia mampu mengalokasikan sumberdaya secara
Optimal Pareto.
Pemahaman tentang Optimalita
Pareto mungkin tidak menarik ataupun
tidak berguna sebelum kita memahami sebagian tentang perkembangan ekonomi
kesejahteraan modern. Hal yang paling penting dari ini semua dapat
dianggap sebagai salah satu dari
teorema-teorema fundamental tentang ekonomi.
Secara
informal dapat dinyatakan sbb:
“Dengan
Asumsi-asumsi tertentu tentang teknologi, ketersediaan informasi, karakteristik
barang dan jasa, dan tidak adanya kekuatan monopoli, maka akan ada seperangkat
harga-harga pasar yang berhubungan erat dengan
perusahaan yang memaksimumkan profit dan konsumen yang memaksimumkan
utilitas, akan mengakibatkan tercapainya posisi Optimum Pareto bagi sistem
ekonomi”.
Teorema
merupakan suatu argumen yang kuat (ampuh) bagi organisasi masyarakat kita
sedemikian rupa sehingga alokasi sumberdaya berlangsung melalui mekanisme pasar kompetitif. Kalau asumsi-asumsi tentang
teorema dipenuhi secara universal, maka pemerintah dapat membatasi diri
terutama untuk program-program yang ditujukan pada pencapaian distribusi
pendapatan yang diinginkan dan sudah tentu bahwa kompetisi akan menyebabkan sistem menjadi
efisien.
Ada
sedikit keperluan untuk mengulas secara mendalam seluruh perangkat asumsi yang
melandasi teorema di atas. Memang para
ahli ekonomi telah lama meneliti untuk menemukan perangkat minimal
asumsi-asumsi yang memadai bagi pasar
untuk mencapai Optimalita Pareto, dan diragukan bahwa akhir dari penelitian
tersebut adalah pemahaman. Sesuai dengan
hal ini, maka cocoklah pada kesempatan kali ini hanya difokuskan pada hal-hal
yang dapat menyebabkan kesulitan besar
dalam dunia nyata. Sayangnya kesulitan-kesulitan ini saling berhubungan satu
sama lainnya dengan cara yang tidak selalu jelas.
Perhatikanlah pertama-tama
teknologi.
Suatu
asumsi yang kuat di sini adalah bahwa semua firma (usaha ekonomis) mempunyai
perangkat peluang produksi yang konveks.
Dugaan-dugaan ini berarti bahwa peningkatan hasil tidak dapat terus meningkat. Atau tidak boleh
benar bahwa firma-firma yang lebih besar dapat menghasilkan produk yang sama dengan satuan biaya lebih rendah
dibandingkan dengan firma yang relatif
lebih kecil.
Pertimbangan
ke dua ialah ketersediaan informasi. Produsen diasumsikan mempunyai pengetahuan
yang lengkap tentang teknologi yang tersedia.
Konsumer dianggap mengetahui barang dan jasa apa yang tersedia dan juga karakteristiknya. Akhirnya,
baik produsen maupun konsumen dianggap mengetahui seperangkat harga yang
relevan.
Kondisi
ke tiga berkaitan dengan karakteristik
barang dan jasa yang akan dihasilkan oleh sistem ekonomi. Bukan hanya apakah diduga tidak ada barang
publik seperti gelombang siaran radio atau gelombang televisi yang dapat dinikmati
oleh seorang pendengar atau pemirsa melalui penerimaan, tanpa mengurangi
ketersediaannya bagi orang lain; tetapi juga konsumsi barang atau jasa lainnya
(yang doisebut barang privat) oleh sesuatu unit keputusan tidak dianggap
berpengaruh secara langsung terhadap unit keputusan lainnya. Sehingga walaupun efek sampingan
diperkenankan, dianggap tidak ada apa
yang disebut oleh para ahli ekonomi
sebagai “eksternalitas non-pecuniary” . Orang harus memperhatikan bahwa adanya
eksternalitas belum cukup untuk menyebabkan pasar mengalami kegagalan
optimalitanya, tetapi adanya eksternalitas tersebut berarti bahwa pencapaian optimalitas oleh mekanisme
pasar tidak dapat dijamin.
Kondisi
ke empat yang harus diperhatikan adalah tidak adanya kekuatan monopoli. Pasar
bersilat kompetitif, sehingga pada kondisi-kondisi tertentu, mampu mencapai Optimalita Pareto. Monopoli
seringkali berhubungan dengan kondisi-kondisi lain yang dipertimbangkan.
Misalnya, telah diketahui bersama bahwa salah satu kesulitan yang berhubungan
dengna keuntungan yang semakin meningkat adalah emergensi monopoli.
Demikian juga, kekuatan monopoli initial
kadang-kala dapat dipertahankan karena pengetahuan teknologis tidak selalu
tersedia bagi semuanya dan meskipun ia dapat dibuat tersedia, masih ada
barier-barier bagi transmisinya dan adopsinya.
Semuanya
ini mengasumsikan bahwa pasar bekerja atau dapat dibuat ada bagi semua orang.
Sayangnya hal ini tidak selalu muncul menjadi kasus nyata.
Problematik yang berhubungan dengan
Eksternalitas.
Efek
terhadap manusia yang tidak berhubungan dengan suatu pengadaan atau aktivitas
tertentu disebut eksternalitas. Istilah alternatifnya adalah “spill-over”, “efek
eksternal”, atau “efek sosial”. Sementara literatur membedakan banyak macam
eksternalitas namun ada dua tipe yang penting, yaitu eksternalitas teknologis
(atau non-pecuniary) dan eksternalitas pecuniary (istimewa).
Pada
saat memutuskan apakah membeli atau tidak membeli sesuatu barang, seseorang
biasanya akan mempertimbangkan
kebutuhannya sendiri akan barang tersebut, harganya, dan situasi anggarannya. Jarang sekali, dan
umumnya hanya dalam kasus monopsoni saja, individu mempertimbangkan bahwa
keputusannya untuk membeli barang/jasa dapat berkontribusi terhadap peningkatan
kebutuhan produk tersebut dan oleh karena itu menyebabkan harganya meningkat.
Biasanya, pengabaian ini dibenarkan, karena pembelian individual atas suatu
komoditi merupakan fraksi yang demikian kecilnya dari total jumlah barang yang
dijual, sehingga keputusan individu mempunyai dampak yang dapat diabaikan
terhadap harga. Bagaimanapun keputusan individual mempengaruhi harga, bukan
hanya seseorang, tetapi juga semua pembeli lainnya, akan mengakibatkan
penurunan atau kenaikan harga. Perubahan
harga ini, yang disebabkan oleh keputusan-keputusan individu, disebut sebagai eksternalitas
istimewa.
Kalau keputusan individu menyebabkan harga naik (kasus yang lazimnya
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan)
maka fenomenanya merupakan suatu
eksternal disekonomi yang pecuniary bagi konsumen lainnya. Apabila keputusan
individu menyebabkan harga turun (seperti
yang dilukiskan dengan keputusan untuk menggabungkan kelompok perjalanan
travel yang masih belum mencapai kapasitas penuh) fenomenanya disebut eksternal
ekonomi yang pecuniary bagi konsumen lainnya.
Memang,
secera simetri, eksternalitas dis-ekonomi yang pecuniar bagi konsumen
merupakan eksternalitas yang
pecuniar bagi produsen; dan eksternalitas ekonomis yang pecuniar bagi konsumen akan merupakan
eksternalitas dis-ekonomi bagi produsen.
Hal
penting yang harus diperhatikan ialah bahwa eksternalitas pecuniar, apakah
ekonomis atau disekonomis, tidak
menimbulkan problem bagi ekonomi pasar.
Memang mereka merupakan bahan sentral dari tempat pasar. Berubah-nya kebutuhan menyebabkan harga
naik atau turun; fluktuasi ini menyediakan
pertanda esensial bagi tempat-pasar
untuk merotasikan barang dan jasa
secara efisien.
Eksternalitas
teknologis merupakan kasus yang berbeda.
Kasus ini berhubungan dengan efek-efek
yang sifatnya langsung, selain perubahan harga, yang dapat ditimbulkan oleh
satu unit keputusan terhadap yang
lain. Dalam banyak kasus eksternalitas teknologis dapat mencegah mekanisme pasar untuk berfungsi secara efisien, yaitu dengan
menimbulkan alokasi yang Optimal Pareto. Dalam contoh-contoh kasus ini ada
peluang bagi suatu kegiatan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, yaitu
dengan memperbaiki bagian seorang warga dengan tanpa mengorbankan bagian warga
lainnya.
Suatu
teladan adalah Pabrik Baja. Untuk maksud-maksud ekspository, bayangkan bahwa
Pemerintah tidak mempunyai peraturan (ordonansi) pengendalian asap. Kemudian
sesuai dengan proses produksi yang dilakukan, sejumlah asap dapat
dibuang ke dalam atmo6fir sebagai limbah pabrik baja. Selama produsen masih berminat dalam ''profit”
(kebanyakan industri memang demikian ini) maka akan ada suatu insentif untuk
memilih metoda produksi yang paling mengntungkan tanpa memperhatikan taraf
pembuangan limbah asap yang
ditimbulkannya. Pengusaha pabrik dapat
memandang pembuangan asap sebagai
sumberdaya lain yang menyokong produksi baja. Justifikasi untuk menerima pembuangan limbah
sebagai suatu sumberdaya ialah bahwa reduksi pembuangan asap hanya dapat
dicapai dengan mengadopsi suau alternatif (dan lebih mahal), metode
produksi yang menghasilkan lebih sedikit asap atau dengan menggunakan proses yang sama dengan
menambahkan sarana pengendalian asap.
Kedua alternatif tersebut melibatkan penggunaan sumberdaya tambahan seperti
tenaga kerja dan kapital. Sumberdaya
tambahan ini tidak bebas; karena tidak ada beban yang dikenakan bagi emisi asap
ke dalam atmosfer , ada sedikit motivasi
untuk membatasi penggunaan sumberdaya yang disebut pembuangan asap.
Walaupun
pembuangan limbah asap ke atmosfir dapat dipandang sebagai sumberdaya bebas
oleh perusahaan, tentu saja bukan tanpa konsekwensi bagi penghuni-penghuni di
masyarakat sekitarnya. Bukan hanya asap
dapat menyebabkan kerusakan eksterior bangunan dan peralatan-peralatan tertentu
(yang tentu saja akan berarti bahwa
sumberdaya kompensasinya akan harus digunakan dalam upaya yang lebih intensif
untuk membersihkan, memelihara dan memperbaharui) , asap juga menyokong
pembentukan kabut-asap yang mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan
masyarakat, walaupun masih belum
didokumentasikan secara penuh. Dengan kata lain, bagi masyarakat luas secara
keseluruhan pembuangan asap ke atmosfer bukan merupakan sumberdaya yang
bebas. Para ahli ekonomi menyebut
situasi dimana perusahaan tidak
menanggung seluruh biaya dari
kegiatannya, dengan suatu ungkapan bahwa “biaya privat berbeda dengan biaya
sosial”.
Hal
penting yang harus dipertimbangkan tentang situasi yang dijelaskan di atas ialah bahwa (tanpa
beberapa perubahan institusional) produsen baja tidak mempunyai sesuatu selain
daripada minat humanitarian yang mungkin sebagai imbangan bagi minat profitnya,
yang membuatnya sadar bahwa pembuangan
limbah asap menimbulkan biaya yang harus ditanggung oleh tetangganya.
Memang
asap industri bukan satu-satunya penyebab
timbulnya kabut-smog. Salah satu penyebab yang paling banyak disinggung pada
saat ini i adalah automobil. Untuk memahami sifat dari motivasi-motivasi
yang relevan , bayangkan situasi sebelum
regulasi yang mengharuskan pemasangan
alat pengendali kabut dalam semua mobil yang baru. Jelaslah bahwa kalau konsumen memerlukan dan ingin membayar untuk sarana
pengendalian kabut, industri mobil akan
mengembangkan dan menjual peralatan ini dengan cara yang sama seperti
ia menlensuplai peralatan lainnya. Kecuali itu, kompetisi di
antara pabrik-pabrik, asing dan domestik akan menjamin perbaikan peralatan ini dengan waktu. Sehingga semua yang akan diperlukan
(disamping kesulitan-2 tehnisnya), untuk memenuhi suplai alat pengendali
kabut merupakan potensial profit. Sayangnya tidak ada protit yang dapat
diramalkan.
Bayangkanlah
untuk mencari argumentasi, bahwa industri otomotif telah mengembangkan suatu
alat pengendalian kabut yang efektif dan tersedia sebagai perlengkapan pilihan
wajib untuk semua mobil baru. seseorang
yang memutuskan apakah memesan atau tidak peralatan ini mungkin mempunyai
alasan sbb: Misalkan saya membeli alat
pengontrol kabut untuk mobil saya, dan
setiap orang lainnya juga membelinya, maka kita akan mempunyai lebih
sedikit kabut di kota. Tetapi karena
mobil saya hanya menambah sedikit saja problem kabut yang dapat diabaikan, maka
kalau semua orang lainnya membeli peralatan pengendali kabut dan saya tidak
membeli, maka kabut akan berkurang dengan jumlah yang hampir sama dan saya akan
menghemat biaya untuk membeli peralatan tersebut. Dengan demikian kalau semua orang lain membeli peralatan kabut, saya akan lebih baik kalau saya tidak
memasangnya pada mobil saya. Misalkan
saja bahwa sekarang tidak ada orang lain yang membeli peralatan tersebut, maka
jelas akan terjadi problem kabut. Akan
tetapi kalau saya membeli peralatan tersebut, problematik kabut jelas tidak
akan lebih baik dan saya akan harus mengeluarkan uang untuk membeli peralatan
pengendali kabut. Sehingga kalau tidak
ada orang lain yang membeli peralatan
pengendali kabut, maka saya juga tidak boleh membelinya. ternyata analisisnya
sama kalau beberapa orang lain membeli alat dan sebagian lainnya tidak
membeli, karena kontribusi saya terhadap
kabut dapat diabaikan. Kesimpulan: Saya akan menjadi lebih baik ,
tidak peduli apa yang dilakukan orang
Iain, kalau saya tidak membeli alat pengendali kabut polutan.
Karena
semua pembeli mobil baru potensial akan beralasan yang kira-kira sama seperti
individu pewakil, maka akan terjadi kebutuhan nol (zero demand) terhadap alat pengendali kabut. Dalam kondisi
tidak ada beberapa macam regulasi atau keputusan kolektif, pabrik otomotif
tidak akan mempunyai motivasi untuk mengembangkan dan memasarkan alat
pengendali kabut. Kesimpulan ini berlaku benar bila dan hanya bilamana setiap
orang akan menjadi lebih baik kalau semua mobil dilengkapi dengan alat
pengendali kabut. Untuk setiap calon
pembeli alat pengendali kabut , manfaat dari pembeliannya tersebut akan
tersebar luas sedangkan biayanya akan terkumpul kepadanya. Eksternalitas
teknologis yang berhubungan dengan
asap mobil dapat mencegah pasar yang tidak diregulasi untuk mengantarkan sistem kepada Optimum Pareto.
Untuk
teladan lainnya, perhatikan problem polusi
Danau Ranau. Ahli biologis menerangkan bahwa
danau Ranau menjadi berwarna dan bahwa ia telah berumur tua 15.000
tahun dalam pertengahan abad yang lalu. Telah lama dipercaya bahwa polusi danau Ranau terutama disebabkan oleh
penumpukan limbah -limbah mentah dan limbah industri ke dalam danau. Sumber utama
limbah mentah adalah sistem pembuangan limbah yang kuno, sebagian
daripadanya merupakan gabungan sanitasi dan pemggelontor limbah sehingga aliran
permukaan mengalir secara langsung ke dalam danau selama periode hujan.
Untuk
sementara bayangkanlah bahwa seluruh problem
polusi disebabkan oleh limbah mentah , sehingga pengolahan (yang
dirancang untuk mengusir bahan organik
yang kalau tidak dibuang akan
didekomposisi dalam danau melalui proses biologis yang dapat mengurangi
kandungan oksigen air danau) dapat menyelesaikan problem polusi. Dilema yang
sekarang terkenal akan bertindak untuk menghalangi penyelesaian pasar
murni. Setiap pemukiman atau distrik limbah
hanya akan menikmati sebagian manfaat
dari usahanya sendiri untuk mengolah limbah, tetapi akan menanggung semua biaya
pengolahan limbah. Dengan menggunakan alasan yang sama seperti pelanggan yang
mempertimbangkan untuk membeli suatu alat pengendali kabut, masing-masing akan
sampai kepada keputusan rasional untuk terus membiarkan limbah mentah mengalir
ke dalam danau walaupun semua pemukiman bersama-sama akan menjadi lebih baik
kalau masing-masing memasang peralatan untuk pengolahan limbah. Sehingga eksternalitas teknologis yang
tercermin kembali oleh kegagalan untuk menerima manfaat penuh dari suatu
pembiayaan guna pengolahan limbah (fakta bahwa unit pengambilan keputusan tidak
menanggung seluruh biaya dari keputusannya untuk melakukan pengolahan
dan membiarkan aliran limbah mentah)
mengakibatkan kegagalan penyelesaian pasar murni kecuali jika suatu
insentif finansial untuk membayar keputusan yang berlawanan disediakan
oleh tingkat pemerintahan yang lebih
tinggi.
Pada
kenyataannya polusi Danau Ranau merupakan fenomena yang jauh lebih kompleks
daripada yang dinyatakan dalam pembahasan di atas. Bahkan setelah perlakuan untuk mengusir bahan padatan yang
tidak terdekomposisi dan untuk menghancurkan bahan organik sehingga limbah
dibuang terutama sebagai produk anorganik, residuaI bahan anorganiknya
mengandung banyak nitrat dan fosfat yang
kalau tidak digelontor ke laut akan cenderung tinggal dalam danau cukup lama
untuk memupuk (menyuburkan) pertumbuhan alga yang selanjutnya akan menggunakan
sejumlah besar oksigen yang terlarut dalam air. Dengan demikian perlakuan baku
terhadap limbah terutana yang ditujukan kepada bahan organik tampaknya tidak
mampu menyelesaikan problematik meskipun perlakuan tersebut telah dilakukan.
Diduga
bahwa salah satu unsur hara esensial seperti fosfat harus disingkirkan dari
limbah sehingga alga tidak tumbuh dengan suburnya. Sayangnya hampir dua pertiga
dari fosfor dalam limbah pemukiman (perkotaan) yang kira-kira merupakan
tiga-perempat dari total limbah, berasal
dari detergent. kalau ibu-ibu rumah tangga atau tukang cuci komersial
mengetahui bahwa detergen yang digunakannya mempunyai sokongan penting terhadap
polusi danau, yang barangkali tidak diketahuinya, akankah ada suatu insentif
untuk mengekonomiskan penggunaan detergen atau untuk membutuhkan macam detergen
baru yang kurang mengnadung fosfor? Juga muncul dilemma yang sangat terkenal.
Bahkan kalau mereka menyadari tentang kontribusinya terhadap polusi,
masing-masing dapat merasionalkan bahwa kontribusinya dapat diabaikan, sehingga
keputusan rasional tentu akan mengabaikan situasi secara keseluruhan. Dengan demikian pabrik-pabrik deterjen akan
tidak mempunyai insentif untuk mencoba mengembangkan produk yang mengandung
sedikit fosfor, sistem limbah perkotaan tidak akan mempunyai lebih banyak
insentif untuk mengusir material , akibatnya ialah bahwa penyelesaian pasar
murni akan berupa terusnya polusi danau.
Juga
adanya eksternalitas teknologis ini
(fakta bahwa yang menyebabkan pencemaran tidak menanggung seluruh biaya
aktivitasnya) dapat menyebabkan mekanisme pasar menghasilkan alokasi sumberdaya
yang tidak Optimal Pareto.
Kemungkinan suatu penyelesaian
Ilustrasi
di atas menyatakan bahwa adanya eksternalitas teknologis dapat memaksa
modifikasi-2 untuk menuntut efisiensi
mekanisme pasar yang tidak diregulasi.
Hal ini harus diakui bahwa problem-2 yang ditimbulkan oleh eksternalitas teknologis adalah sangat
membingungkan. Baru beberapa tahun yang lalu,
para ahli ekonomi mungkin telah memikirkan bahwa suatu penyelesaian yang
memadai tersedia, tetapi konsensus
sekarang ini telah menjadi kabur
kembali. Sebagai gantinya orang dapat menemukan bahwa berbagai ragam
penyelesaian telah dikemukakan oleh berbagai orang (kebanyakan pula bukan ahli
ekonomi) dan banyak dari penyelesaian-2
ini telah dicobakan atau
diimplementasikan dalam situasi-2 tertentu.
Diduga
bahwa suatu penyelesaian yang universal mungkin diketemukan terdapat dalam
banyak diskusi dan analisis eksternalitas teknologis dalam pustaka. Sehingga,
usulan-usulan seringkali diperlakukan seolah-olah mereka diusulkan untuk menjadi “penyelesiaan
problem eksternalitas teknologis”.
Sayangnya kepercayaan ini masih
belum ditetapkan dan barangkali tidak ada penyelesaian sederhana dan dapat diterima secara universal terhadap
problematik. Barangkali, paling tidak untuk masa mendatang yang dapat
diperkirakan, masyarakat kita mempunyai alternatif untuk mencari penyelesaian
yang pragmatis terhadap problematik.
Sesuai
dengan hal tersebut, perlu untuk memeriksa berbagai usulan penyelesaian yang
pernah diusulkan. Secara spesifik kita memandang situasi sebagai sesuai yang
dapat diakomodasikan secara konseptual untuk analisis biaya-manfaat. Semua
usulan penyelesiaan telah menghubungkan
biaya dan manfaat. Penekanan adalah mengidentifikasikan penyelesiaan mana yang
paling sesuai bagi suatu situasi tertentu. Diharapkan bahwa pembahasan berikut ini akan berguna bagi
maksud-maksud yang tersebut di atas.
Penyelesaian dengan Larangan
Kalau
kita yakin babwa kegiatan kolektif diperlukan untuk mengoreksi gangguan/pelanggaran
yang disebabkan oleh suatu eksternatitas
teknologis, dorongan pertama ialah melarang kegiatan yang menimbulkan
gangguan tersebut. Setelah semuanya ini,
kalau penciptaan eksternalitas dilarang, apakah - sistem pasar tidak akan
mengantarkan ekonomi ke posisi Optimal pareto ?
Walaupun
kegiatan ini mula-mula tampak sebagai himbauan, ia mempunyai sedikit pemikiran
untuk merealisasikan larangan sederhana terhadap aktivitas-2 yang menimbulkan
eksternalitas teknologi, ini merupakan pendekatan yang buruk. ternyata orang
tidak dapat dengan serius mengusulkan bahwa pemilik mobil berhenti mengendarai
mobil , bahwa pabrik baja berhenti
berproduksi, atau bahwa pemukiman kota berhenti
membuang-limbahnya. akan tetapi beberapa orang-dapat menyimpulkan bahwa
kita harus mempunyai air bersih sempurna atau udara bersih sempurna , sehingga
diperlukan perlakuan penuh terhadap effluent (limbah).
Akan
tetapi kesimpuIan tersebut kehilangan hal-hal yang fundamental. Optimalita tidak mensyaratkan untuk
mengeliminir eksternalitas secara lengkap. Sebagai gantinya, optimalitas
mensyaratkan bahwa eksternalitas ada dalam jumlah yang tepat.
Perhatikanlah
kasus pencemaran air.
Proses-proses
biologis alami yang berlangsung dalam danau dan sungai-sungai memberinya suatu
kemampuan tertentu untuk membersihkan diri-sendiri. Kalau tidak ada limbah
mentah yang mengalir ke dalam air ini,
maka kemampuan aIami ini tidak akan digunakan. Akan tetapi dari sudut pandang ekonomi ,
kemampuan alami ini merupakan suatu sumberdaya yang tersedia untuk dimanfaatkan
dalam produksi barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia. Dalam
menetapkan taraf kualitas air
yang diperlukan, manfaat-manfaat air
yang lebih bersih harus seimbang dengan biaya untuk mendapatkannya. Kecuali itu, kemampuan asimilatif dari suatu
tubuh air selalu dapat digunakan apabila terjadi efek sampingan yang merugikan.
Polusi
Udara merupakan teladan yang serupa. Adalah sangat mahal untuk mencegah
masuknya suatu polutan ke dalam udara bebas. Selanjutnya, tidak ada alasan untuk tidak menggunakan kemampuan alami
atmosfer untuk menyerap polutan. Polusi udara dikatakan terjadi kalau kemampuan alami ini terlampaui.
Teladan-
teladan di atas telah mengisyaratkan bahwa larangan yang tegas terhadap
sebab-sebab eksternalitas teknologis hampir pasti mencegah tercapainya
Optimalita Pareto. Suatu taraf
eksternalitas yang tepat, belum tentu
sama dengan nol, masih diperlukan untuk
mencapai optimalitas. Sehingga
dalam kasus polusi air suatu penyelesaian Optimal Pareto dalam kenyataannya
dapat berarti beberapa pengrusakan kualitas air di sungai-sungai tertentu dan mungkin juga
kerusakan secara lengkap kualitas air
dalam sungai yang lain.
Penyelesaian dengan Direktif
(Arahan)
Setelah
memahami bahwa problem yang dihadapi
adalah menerima (memperbolehkan)
sejumlah eksternalitas teknologis , maka diusahakan untuk menunjukkan /mengusulkan bahwa pemerintah
memutuskan berapa banyak eksternalitas
boleh ada. Prosedur ini akan melibatkan,
misalnya, determinasi pemerintah tentang
sampai dimana pemukiman sekeliling Danau Ranau harus mengolah limbahnya dalam
bentuk misalnya persentase bahan organik
yang dihilangkan, kandungan fosfor; dan penataan suatu batas kuantitas absolut di
atas mana limbah harus dibersihkan secara lengkap. Serupa dengan itu, dalam
teladan polusi udara pemerintah harus menetapkan berapa banyak asap suatu
pabrik diperbolehkan dilepaskan ke atmosfir bebas.
Ada
beberapa kesulitan yang dihadapi oleh Prosedur ini . Pertama-tama adalah
problem penentuan berapa banyak eksternalitas masih diperlukan. Pertanyaan ini berhubungan dengan problem
penetapan baku mutu secara keseluruhan.
Pada prinsipnya hal ini dapat dikerjakan dengan pembobotan secara hati-hati
biaya-biaya dan manfaat-manraat. Untuk
lebih spesifik perhatikan juga teladan polusi
di danau Ranau. Misalkan bahwa biayanya akan sebesar 50 juta dolar per tahun operasi untuk
mengolah limbah hingga batas tertentu supaya polusi dalam danau dapat menurun
dari taraf yang sekarang ini. Walaupun
manfaat yang akan diperoleh dari danau
Ranau yang tidak tercemar mungkin snagat besar, namun agak meragukan bahwa
manfaat tersebut dapat bernilai sekitar 50 juta dolar per tahun. JeIas dalam
kasus ini biaya akan melampaui manfaat.
Dengan demikian keputusan rasional akan mentolerir taraf polusi
yang bahkan lebih tinggi dan tidak
meningkatkart taraf pengolahan limbah.
Pada sisi lain, bayangkan bahwa
semua limbah dapat diolah dengan suatu peningkatan anggaran tahunan
sebesar lima dolar. Jelas manfaat
tahunan dari danau yan tidak tercemar akan melampaui nilai ini, sehingga baku mutu harus ditetapkan
untuk mendorong perlakuan limbah total.
akan tetapi di antara ke-dua ekstrim ini
komputasinya menjadi sangat sulit.
Kesulitan-kesulitan untuk menentukan manfaat yang berhubungan
dengan berbagai deraJat polusi hampir tidak teratasi. Oleh karena itu harus ada banyak sekali
“kesuka-relaan” dalam menetapkan baku mutu secara keselurunan. Problem lain, yang dilupakan dalam pembahasan
di atas adalah tidak adanya pemahaman yang lengkap tentang ekologi danau, dalam
hal ini masih ada beberapa
ketidak-pastian tentang efek perlakuan
terhadap polusi .
Meskipun
baku mutu yang menyeluruh dapat ditetapkan dengan menghadapi kesulitan-2
tersebut di atas, tetapi tentu masih ada kesulitan lainnya. Baku mutu yang menyeluruh harus diterjemahkan
ke dalam arahan-arahan bagi
masing-masing unit aktivitasyang melepaskan polutan. Pada prinsipnya arahan harus
mewujudkan efektivitas marjinal
pembelanjaan dolar terakhir untuk pengolahan limbah harus sama bagi setiap penyebab polusi. Dalam praktek
efektivitas marjinaL pembelanjaan dolar untuk mengolah limbah tidak dapat
ditentukan secara tepat untuk suatu penyebab polusi (poluter) tertentu karena ia terqantung pada kebijakan yang dianut oleh poluter Iainnya. Sehingga pada taraf ini juga terjadi
“kesembarangan” atau “kesuka-relaan”.
Dalam
kasus polusi udara , implementasi prosedur justru lebih sulit lagi, walaupun
prinsip-prinsip yang sama masih terlibat. Baku mutu masih harus ditetapkan dengan memboboti dan membandingkan manfaat
dan biaya dari berbagai alternatif. Akan tetapi, derajat “kesembarangan” lebih
besar karena masih jauh lebih sedikit
yang diketahui tentang hubungan antara taraf polusi udara dengan
kesehatan penduduk, kalau dibandingkan
dengan ekologi sungai. Juga ada komplikasi bahwa di kebanyakan daerah
urban jumlah polutan yang dapat
dibebaskan ke dalam atmosfer untuk suatu baku mutu tertentu tergantung
kepata kondisi cuaca dan pola angin yang ada.
Komentar di atas tidak dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa pengendalian eksternalitas dengan arahan tidak tepat.
Tujuan kita adalah untuk menegaskan
beberapa kesulitan yang berhubungan dengan prosedur. Kita mungkin dapat menambahkan bahwa prosedur
ini juga melibatkan biaya atministratif bagi kebijakan arahan, yang tidak dapat
diabaikan dalam evaluasinya.
Penyelesaian dengan Kegiatan
Voluntir (Sukarela)
Beberapa
pihak beralasan bahwa kegiatan kolektif
tidak diperlukan untuk mengoreksi
penyelesaian pasar kalau terdapat
eksternalitas teknologis. Seringkali telah ditekankan bahwa ada pinak-pihak
(sektor) privat untuk bertindak mengoreksi situasi dengan berbagai
metode. Dua macam metode yang sering dibahas adalah “SUAP” dan “MERGER”.
Perhatikan
juga teladan produsen baja, yang tidak dikontrol oleh peraturan pengendalian
asap, membuang asapnya ke atmosfer.
Pemahaman
di muka menyatakan bahwa situasi ini secara potensial menimbulkan divergensi antara biaya privat
dengan biaya sosial atau antara manfaat
privat dan manfaat sosial dari produksi baja. Untuk menghindari efek buruk dari
pembuangan asap, masyarakat mungkin
dapat memilih untuk menyuap produsen baja guna mengurangi atau menghentikan
pembuangan asap ke atmosfir. Rasional
bagi perilaku ini ialah bahwa selama
jumlah suap yang diperlukan untuk
mendorong
Pabrik
baja mereduksi pembuangan asapnya lebih kecil daripada kerusakan yang diderita
oleh masyarakat, maka masyarakat akan menjadi lebih baik dengan membayar
suap. Memang, masyarakat bertindak rasional dalam minatnya
sendiri tidak akan pernah menawarkan suap yang besarnya melampaui nilai kerusakan yang ditimbulkan oleh
pembuangan asap. Produsen baja akan
(selanjutnya) menerima atau menolak
suap sesuai dengan minat terbaiknya.
Oleh karena itu kalau besarnya suap melampaui jumlah yang akan diperlukannya
untuk mereduksi pembuangan asap, maka ia
akan menerima suap dan mereduksi pembuangan asapnya hingga taraf
yang diperlukan.
Kalau
biayanya terlalu besar maka ia akan menolak. Dalam suatu kasus, ukuran
kuantitatif kerusakan yang diderita oleh masyarakat akibat asap harus disajikan
kepada pabrik dengan cara sedemikian
rupa agar supaya ia mengenali nilai-nilai ini pada saat memutuskan berapa
banyak asap yang dibuang ke atmosfir. Kecuali itu, berapapun taraf akhir
pembuangan asap , maka taraf ini akan menjadi
Optimal Pareto kalau ada suatu tawar-menawar yang sempurna.
Orang
dapat beralasan sbb: Penerimaan suap oleh pabrik menyatakan bahwa ia paling
tidak sama baik dengan sebelumnya, sementara pembayaran suap oleh masyarakat
menyatakan bahwa ia paling tidak sama
baik dengan sebelumnya. Oleh karena itu situasi akan diperbaiki. Kalau
tawar-menawar (bargaining) sempurna , suatu penyimpangan dari posisi yang disetujui
hanya akan memperbaiki posisi salah satu bagian (sektor) dengan mengorbankan sektor lain.
Juga
benar bahwa penolakan suap oleh pabrik, pada kondisi bargaining yang sempurna ,
akan mengakibatkan penyelesaian Optimal Pareto. Dengan menolak suap , pabrik
akan mempertimbangkan bahwa nilai suberdaya ini (pelepasan asap ke atmosfer)
lebih besar baginya daripada bagi masyarakat.
Metode
untuk menghindari suatu divergensi
antara biaya privat dan biaya sosial yang dijelaskan di atas merupakan voluntir
murni dan kalau bargainingnya sempurna akan mengakibatkan alokasi sumberdaya
secara Optimal- Pareto. Dalam kondisi
tidak ada pertimbangan distribusional,
akan tampak menjadi cara yang ideal untuk menyelesaikan problematik .
Sayangnya bargaining tidak sempurna dan
ada beberapa penghalang untuk menggunakannya secara luas.
Kesulitan
pertama berhubungan dengan valuasi kerusakan asap yang diderita oIeh masyarakat.
Cara paling langsung untuk memperkirakan kerusakan ialah menanyai
masing-masing anggota masyarakat berapa
banyak ia ingin senyokong suap yang akan diberikan kepada pabrik. Pada
prinsipnya setiap individu akan ingin menyokong sejumlah yang akan ia
belanjakan untuk nenghindari keruskaan akibat asap dengan sarana lain. Sayangnya, individu akan merealisasikan bahwa
kalau ia tidak menyokong sesuatu kepada suap, tetapi yang lainnya menyokong
jumlah positif dan penanganan asap akan dilakukan, ia akan menikmati manfaat
penanganan asap tanpa mengeluarkan biaya sendiri. Kalau
semua anggota masyarakat mengadopsi perilaku ini, maka tidak ada suap yang ditawarkan dan rencana akan gagal. Dengan kata lain, fakta bahwa manfaat dari penyembuhan asap didistribusikan ke banyak individu merintangi realisasi kegiatan kolektif
masyarakat yang diperlukan.
Kesulitan
ke dua dari prosedur suap ialah bahwa ia
memerlukan/mensyaratkan masyarakat mengetahui semua metoda yang tersedia untuk
mengolah baja, karena ini semua berhubungan dengan pengendalian asap, dan biaya-biaya yang berkaitan dengannya sehingga
mereka dapat mencegah pabrik untuk tidak
mengalami penipuan. Perhatikanlah (untuk menjelaskan hal ini) misalnya
bahwa setelah suap diterima oleh pabrik, kebutuhan akan baja meningkat dan
output naik. Sekarang produsen dapat berargumentasi secara formal bahwa suap
yang lebih besar diperlukannya untuk mempertahan taraf pembuangan asap yang
disetujui sebelumnya. Kecuali jika
masyarakat cakap terhadap teknologi
pembuatan baja, maka ia tidak dapat diyakinkan bahwa pabrik tidak memperluas
outputnya lebih banyak daripada jumlah optimal dalam kondisi tanpa suap.
Sehingga rencana yang tampaknya ideal
untuk menghindari divergensi antara biaya privat dan biaya sosial ditunggangi oleh kesulitan-kesulitan dalam
implementasinya.
Rencana
voluntir lainnya untuk
menginternalisasikan eksternalitas-non-peculiar, bebas dari beberapa kesulitan implementasi
yang disinggung di muka, merupakan penggabungan (fusi, merger) dari
sektor-sektor yang terlibat apabila fusi
tersebut merupakan kemungkinan yang layak.
Untuk menjelaskan bagaimana prosedur ini dapat bekerja, perhatikanlah
situasi berikut: Suatu perusahaan membuang limbah yang membahayakan kehidupan
ikan ke dalam sungai. Asumsikanlah
selanjutnya bahwa usaha perikanan beroperasi di sebelah bawah dari perusahaan
tersebut. Apabila tidak ada suatu
peraturan pemerintah maka perusahaan yang di atas akan membuang limbah ke dalam sungai tanpa memperhatikan kerusakan
(menurunkan tangkapan atau ikan tercemar) yang diderita oleh usaha
perikanan. Apakah perusahaan di atas dan
usaha perikanan bergabung di bawah
pemilikan tunggal, maka minat terbaik perusahaan paduan tersebut adalah
mempertimbangkan kehilangan yang diakibatkannya dengan bantuan ke daerah bawah
sebagai konsekwensi dari kegiatan
perusahaannya di atas. Perusahaan patungan (gabungan) harus menyeimbangkan biaya pembuangan limbah perusahaan di atas
dengan sarana lain selain dari membuang
limbah ke dalam sungai, melawan biaya yang ditanggung oleh usaha perikanan di
bagian bawah sebagai akibat dari limbah
yang dibuang ke dalam sungai, kalau ia harus memaksimumkan keuntungan gabungan dari kedua macam
operasi. Karena, dalam teladan sederhana
ini, Optimalita Pareto sesuai dengan maksimisasi profit gabungan oleh dua
sektor maka penggabungan (merger) akan
menjamin alokasi sumberdaya secara Optimal Pareto, yang dalam hal ini adalah
sungai. Perlu juga diperhatikan
bahwa profit dari perusahan gabungan akan selalu paling tidak sama besar dengan profit dua
perusahaan yang dijumlahkan. Alasan bagi
hal ini ialah bahwa perusahaan yang digabung
selalu mempunyai pilihan untuk mengadopsi kebijaksanaan yang
mengoperasikan dua perusahaan secara terpisah. Perbedaan antara profit
perusahaan gabungan dan profit-profit perusahaan-perusahaan yang
dijumlahkan mencermnkan kehilangan bagi
masyarakat akibat dari adanya eksternalitas yang non-pecuniary.
Dua
macam kesulitan pada penyelesaian fusi dapat dikemukakan. Pertama, adalah
pertimbangan praktis bahwa sektor-sektor harus menjadi perusahaan. Kesulitan ke dua ialah bahwa fusi hanya layak kalau tidak terlalu
banyak sektor yang terlibat.
Kalau
banyaknya unit-unit pengambilan keputusan yang berkonsolidasi semakin banyak,
maka peluang untuk terjadinva fusi semakin kecil. Hal ini karena menjadi
semakin sulit untuk membujuk partisipan-partisipan potensial bahwa ia berada
dalam minatnya yang terbaik untuk berfusi membentuk koalisi kalau partisipan
semakin banyak. Unit-unit individual
dapat menemukan dirinya menguntungkan apabilamemasuki koalisi dalam
rangka untuk mengekstraks sebagian yang lebih besar dari profit gabungan dari kesatuan-kesatuan (sektor) yang bergabung.
Pertimbangan yang lebih praktis melibatkan peningkatan kesulitan koordinasi dan
komputasi dengan banyak partisipan; menjadi semakin sulit bagi kesatuan yang
berfusi untuk merealisasikan tambahan keuntungan potensialnya. Namun kesulitan
lainnya ialah bahwa suatu unit gabungan menjadi cukup besar untuk menimbulkan
suatu gangguan alokasi sumberdaya melalui
kekuatan monopoli atau monopsoni. Dalam kasus ini, kehilangan sebagai akibat
dari adanya eksternalitas non-pecuniary harus dipertimbangkan versus kehilangan
yang diderita masyarakat akibat gangguan
alokasi sumberdaya yang ditimbulkan oleh pasar kompetitif.
Penyelesaian dengan Pajak dan
Subsidi
Kalau
pengaturan voluntir di antara unit-unit yang terpengaruhi oleh
eksternalitas non-pecuniar tidak praktis
atau tidak lancar, maka tindakan
pemerintah secara kolektif dapat diterima. Dalam pustaka ekonomi, bentuk klasik
dari intervensi pemerintah dalam situasi ini ialah pembayaran subsidi kepada
unit-unit yang kegiatannya menimbulkan eketernalitas ekonomi terhadap unit lainnya, dan memungut
pajak dari unit-unit usaha yang kegiatannya menimbulkan eksternal dis-ekonomi
terhadap unit lain. Pada hakekatnya,
ideanya ialah mendorong
aktivitas-aktivitas yang mensuplai “barang umum” dan menghambat unit aktivitas
yang mengkonsumsi “barang umum (public
goods)”.
Untuk
menjelaskan bagainana rencana ini bekerja , perhatikan kembali teladan
perusahaan di hulu Sungai dan usaha perikanan
di muara sungai. Misalkan badwa
limbah yang dibuang ke dalam sungai oleh perusahaan tersebut menyediakan
makanan bagi ikan di sungai dan oleh
karenanya menguntungkan usaha perikanan.
Karena, secara hipotesis, negosiasi voluntir oleh pihak-pihak yang
terlibat diatur di sini, maka usaha perikanan tidak mempunyai jalan untuk
mengkomunikasikan besarnya manfaat yang ia dapatkan dari limbah perusahaan di hulu sungai. Oleh karena
itu banyaknya makanan yang disediakan kepada
ikan mungkin tidak ideal. Dalam kasus ini, suatu subsidi pemerintah
kepada perusahaan karena pembuangan
limbahnya pada prinsipnya dapat dianjurkan untuk mencapai hasil yang
diperlukan.
Demikian
juga , kalau limbah yang dibuang berbahaya bagi kehidupan ikan, maka pada
prinsipnya suatu pajak dapat dikenakan
kepada perusahaan yang menyebabkan
kerusakan yang dideritaoleh perikanan.
Kita
telah menekankan secara prinsip sifat dari kesimpulan ini karena banyak
persyaratan informasional yang diperlukan untuk implementasi rencana inl.
Sedikit refleksi akan membuatnya tampak bahwa agen pemerintah yang mengenakan
pajak atau menyediakan subsidi akan
perlu mengetahui teknologi produksi dari semua unit usaha yang terlibat. Pada
hakekatnya, agensi pemerintah akan harus menyelesaikan problem yang sama hingga pimpinan dari perusahaan
yang digabungkan puas. Mereka akan harus mengetahui pengaruh pembuangan limbah
terhadap kehidupan ikan sehingga pajak atau subsidi dapat dikenakan yang akan
dapat mengakibatkan jumlah pembuangan limbah yang tepat. Daripada mengissukan urutan kuantitas
masing-masing produk yang akan disubsidi untuk memaksimumkan profit gabungan
(suatu praktek yang dapat diikuti oleh eksekutif perusahaan gabungan), agensi
pemerintah akan berusaha untuk mencapai hasil-hasil yang sama sesuai dengan
rencana ini dengan jalan menentakan pajak atau subsidi yang tepat. Informasi yang tersedia bagi pimpinan
perusahaan gabungan jarang yang tersedia bagi agensi pemerintah di luar
perusahaan. Sebagian dari informasi ini memang dapat tersedia dan memungkinkan (dari segi biaya) untuk mendapatkan informasi
tambahan.
Banyaknya
informasi yang diperlukan juga tergantung pada sifat teknologi produktif yang
terlibat. Lebih sedikit informasi diperlukan oleh agensi demi keberhasilan
implementasi rencana pajak-subsidi kalau teknologi produktif yang melandasinya
bersifat dapat dipisahkan atau aditif, daripada kalau tidak demikian. Misalnya,
kalau biaya untuk memproduksi produk perusahaan yang terletak di hulu sungai
dan biaya pengolahan limbah bersifat adetif, maka pajak atas limbah hanya
tergantung pada banyaknya limbah yang dibuang. Memang persyaratan informasional
menjadi semakin menumpuk banyak kalau jumlah unit ekonomis yang terlibat juga
semakin banyak.
Meskipun
ada semua kesulitan ini, suatu upaya untuk mencapai alokasi sumberdaya yang
optimal dengan pajak atau subsidi dapat ditetapkan kalau kehilangan masyarakat
akibat adanya eksternalitas non-peculiar cukup besar.
Pada
hakekatnya apa yang harus diseimbangkan dalam situasi ini adalah biaya untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan lawan kehilangan masyarakat kalau tidak
ada sesuatu yang dikerjakan atau kalau
kebijakan lain yang diikuti.
Penyelesaian dengan regulasi
Tindakan
kolektif lain yang seringkali diusulkan adalah regulasi oleh pemerintah.
Misalnya, instansi pemerintah yang bertanggung-jawab terhadap fakta bahwa mobil-mobil menyokong polusi udara di
kota-kota, harus membatasi pilihan konsumen dengan jalan mensyaratkan bahwa
semua mobil baru dilengkapi dengan sarana yang dirancang untuk mereduksi taraf
polutan dalam limbah gasnya. Regulasi ini ternyata memungkinkan untuk
melepaskan diri dari dilema yang dibahas sebelumnya dimana perhitungan rasional
akan menyebabkan konsumen untuk tidak membeli peralatan pengendali.
Regulasi
juga mempunyai implementasi kesulitan yang berhubungan dengannya. Dalam kasus
automobil, misalnya saja, ada ketidak-pastian tentang apakah peralatan tersebut
akan efektiof dalam mereduksi pembuangan polutan, terutama kalau mobil menjadi
semakin tua. Juga ada problem-problem pengamanan peraturannya. Misalnya ada
spekulasi bahwa kalau peralatan tersebut efektif dan polutan tetap dijaga dalam
mesin dan tidak dilepaskan ke dalam atmosfer , maka umur hidup mesin mungkin
akan diperpendek dan reparasi akan harus sering dilakukan.
Ini
merupakan biaya regulasi yang bersama dengan biaya peralatan , harus
dipertimbangkan lawan manfaat yang mungkin diperoleh yang agiak sukar dihitung.
Kalau peralatan mempunyai efek yang diantisipasikan terhadap mesin, maka setiap
pemilik mempunyai insentif untuk melakukan tindakan yang akan mempertahankan
peralatan yang tidak efektif dan karenanya meningkatkan umur hidup mesin serta
mengurangi biaya reparasi.
Tentu
saja, pemilik tidak dapat diharapkan untuk menjaga peralatan dalam kondisi
bekerja dengan baik, atau untuk mereparasinya kalau telah rusak, karena
tindakan ini tidak akan menjadi mintnya sendiri. Oleh karena itu regulasi tidak
dapat diharapkan untuk berhasil mengurangi polusi udara, meskipun peralatan
bekerja, kecuali jika ia dibarengi dengan praktek yang secara periodik
memeriksa semua mobil dan dan mensyaratkan bahwa peralatan polusi dijaga dalam
keadaan dapat bekerja dengan baik.
Pembahasan
ini akan menyatakan bahwa
penyelesaian dengan regulasi
tidak sesederhana yang dibayangkan semula. Biaya administratif pengamanan
regulasi adalah relevan dan tidak dapat diabaikan. Fakta bahwa penyelesaian
regulasi tentu tidaklah fleksibel.
Banyak dari kendaraan bermotor
dioperasikan untuk sebagian besar waktunya di daerah pedesaan dimana polusi
udara masih belum menjadi problem.
Idealnya, mobil-mobil yang
beroperasi di daerah seperti ini tidak perlu mempunyai alat penyaring polutan
sehingga kemampuan alamiah atmosfir untuk menyerap sejumlah tertentu polutan
dapat dimanfaatkan. Ternyata tidak
mungkin untuk mendisain
regulasi-regulasi yang akan dapat menangani hal yang ideal ini karena
mobilitas motor sangat tinggi dan juga kepadatan populasi yang mobilitasnya
tinggi. Penyelesaian dengan regulasi
ternyata tidak mampu mengantarkan sistem kepada penyelesaian Optimal
Pareto untuk banyak eksternalitas,
karena regulasi itu sendiri tidak
fleksibel.
Penyelesaian dengan Pembayaran Upah / Hadiah
Salah
satu jalan coba-coba untuk mengakomodasikan sistem pasar pada kondisi
eksternalitas teknologis ialah menyediakan insentif finansial bagi tindakan-tindakan penting yang
dilakukan. Misalnya dalam hal pencemaran
Danau Ranau, salah satu problemnya diduga disebabkan oleh sistem limbah kuno Kota XYZ yang
menggabungkan saluran sanitasi dan air hujan.
Kapasitas yang terbatas dari fasilitas
pengolahan limbah untuk menjangkau sesuatu di luar batas rataan curah
hujan menyebabkan limbah mentah mengalir langsung memasuki danau. Walaupun tentu juga menyokong pada
pencemaran Danau Ranau, penduduk Kota XYZ tidak mau menanggug sepenuhnya biaya
sitem pembuangan limbahnya yang masih kuno
karena ada juga orang di luar
Kota XYZ yang juga menggunakan danau.
Oleh karena itu orang lain juga menanggung sebagian dari biaya
pencemaran, termasuk sebagian epencemaran yang ditimbulkan oleh sistem
pembuangan limbah Kota XYZ. Memang, apa
yang benar untuk Kota XYZ juga benar untuk kota-kota lainnya di area
danau. Karena setiap unit usaha tidak menanggung biaya sepenuhnya dari
kontribusinya terhadap pencemaran, maka tidak satupun dari mereka yang
mempunyai cukup insentif untuk
menyembuhkan situasi. Kebijakan
penyembuhan yang mungkin adalah untuk
suatu taraf pemerintah yang lebih tinggi, misalnya, pemerintah pusat
, untuk menyediakan insentif
seperlunya. Subsidi pemerintah pusat
untuk kapital bagi perbaikan fasilitas
pembuangan limbah mungkin dapat menjadi motivator.
Kesulitan
utama dari kebijakan ini adalah
“kementahannya” . Tidak mudah menyediakan koordinasi yang tepat bagi semua unit yang relevan da dalam sistem
yang relevan. Keterbatasan lain dari
kebijakan ini ialah bahwa ia hanya cocok untuk macam eksternalitas dimana biaya
kapital merupakan satu-satunya kendala bagi perbaikan situasi.
Penyelesaian dengan Tindakan
Kadangkala
ada tindakan sederhana dan langsung yang dapat dilakukan untuk meringankan efek
eksternalitas. Barangkali teladan yang paling jelas menyangkut masalah usaha
perikanan. Perhatikanlah suatu danau atau sungai dimana banyak orang yang
datang untuk menangkap ikan. Di luar batas tertentu aktivitas penangkapan ikan ini akan mengakibatkan populasi ikan di
masa mendatang terancam bahaya. Sehingga kalau seorang nelayan melakukan
penangkapan, ia dapat mempengaruhi populasi ikan di masa mendatang dan mengakibatkan
menurunnya tingkat kesejahteraan dan profit nelayan-nelayan di masa
mendatang. Nelayan secara individual
tidak mempunyai insentif untuk memperhatikan dampak dari aktivitasnya
terhadap nelayan lainnya. Memang dalam kasus yang ekstrim , populasi
ikan dapat menjadi punah.
Penyembuhan
yang segera untuk situasi ini ialah bagi pemerintah untuk secara kontinyu
menaburkan benih ikan ke Danau atau sungai sehingga populasi ikan tidak
pernah menurun hingga melampaui batas
ambang yang membahayakan. Eksternalitas
kemudian dapat dieliminir dengan tindakan langsung ini. Tentu kebijakan ini
mempunyai banyak kelemahan sehingga aplikasinya sangat terbatas.
PENUTUP
Jelaslah
sekarang bahwa belum ada menu kebijakan menyeluruh yang dapat dibentuk untuk
menangani problem-2 yang disebabkan oleh eksternalitas teknologis. Tidak satupun dari kebijakan -kebijakan ini
secara terpisah, pada tingkat
pengetahuan kita sekarang ini, yang tampak sempurna. Juga kita tidak percaya bahwa salah satu dari
kebijakan ini mampu menangani setiap eksternalitas teknologis. Sehingga diargumentasikan di sini bahwa kebijakan-kebijakan harus dirancang
sesuai dengan situasi-2 khusus dan apa yang terbaik bagi suatu tipe
eksternalitas mungkin saja tidak tepat untuk yang lainnya.
Alat
analisis biaya-manfaat tampaknya menyediakan prospektif yang cocok. Dalam
situasi tertentu , pengambil kebijakan harus memperhatikan problem dan
membayangkan aplikasi pendekatan alternatif baginya. Prinsip pemilihannya sendiri sederhana.
Masing-masing kebijakan (termasuk tidak melakukan sesuatu) akan mempunyai biaya dan manfaat yang
berhubungan dengannya. Pengambil kebijakan harus memilih serana implementasi
yang menghasilkan manfaat neto terbesar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar